A tale of Metro Manila

Melintasi benteng-benteng tua Spanyol, menyebrangi jalan raya di Intramuros, dan melewati lorong bawah tanah penyebrangan jalan membuat hari itu terasa komplit capeknya. Akhirnya setelah bertanya dengan penduduk lokal dimana stasiun MRT terdekat, sampai juga di stasiun Carriedo di dekat SM Manila (salah satu mall terkemuka). Awalnya saya kaget juga dengan pemeriksaan barang barang sebelum masuk ke dalam stasiun, tapi… setelah ke stasiun lainnya dan memasuki tempat publik lain di Filipin saya jadi gaheran lagi. Semua pintu di setiap tempat publik seperti mall dan stasiun mesti banget dijaga oleh penjaga yang bermuka asem, berbekal tongkat mereka mengubek ngubek isi tas kita, kemudian meraba raba badan kita. Gila! ini stasiun atau airport ya??

Okay, balik ke MRT/LRT Journey! saya bertekad menuntaskan perjalanan saya di Metro Manila dengan mengitarinya dengan MRT/LRT. Jadi, Metro Manila mempunyai tiga buah line yang masing-masing line nya tidak saling berhubungan secara langsung. Cukup kaget juga, ternyata kita mesti bayar lagi dan keluar dulu dari stasiun satu ke stasiun lain untuk transitnya. Tidak se-integrated Komuter Line di Jabodetabek atau TransJakarta yang tinggal berpindah shelter.

Manila MRT/LRT Route

Pertama saya berencana untuk naik MRT ke arah utara, tepatnya berhenti si Stasiun North. Hanya saja, dan sialnya saya salah arah, dan sialnya lagi MRT line 1 itu tidak bisa asal ganti arah. Sayang juga kan kalo mesti turun dan bayar 20 peso lagi? akhirnya, saya naik saja sampai ujung (Redemptorist). Selama di MRT ternyata saya tertidur lelap sehingga dibangunkan oleh cleaning service. Langsung lari ke luar dan membeli tiket lagi menuju Monumento. Selanjutnya, sampai di ujung jalur kuning (Monumento) saya balik lagi menuju Dorotea Jose untuk menuju line 2. Untuk transit ke stasiun line 2 kita harus berjalan cukup jauh, sampai-sampai jembatan transit transjakarta benhil-semanggi itu kalah! luar biasa! menyusuri jalur ungu menuju Araneta Center-Cubao saya bisa melihat kawasan slum di Kota Manila. Bahkan saya melihat tumpukan papan-papan yang disewakan menjadi “hotel nakal” yang harganya cuma 100 peso untuk sekian jam.

Sampai di Araneta Center-Cubao, lagi lagi saya harus transit melintasi dua buah mall besar untuk menuju stasiun yang lain. Belum lagi antriannya yang panjang dan ketika sudah sampai depan lokel penjaganya ga bisa ngomong inggris dan membuang saya begitu saja! akhirnya saya menyempatkan diri untuk makan siang di KFC. Menurut saya itu tempat paling aman buat saya untuk makan. Dengan menu ayam goreng dan tidak dengan minum coke harganya 79peso atau sekitar 16.000rp. Bedanya, ayamnya ga crispy dan tidak ada saos nya. Malahan saya dikasih sambel yang entah apa itu tapi tidak berwarna merah dan rasanya asin. Seluruh orang di KFC itu makan ayam goreng dan nasi menggunakan sendok dan garpu. Saya yang menganggapnya aneh, mencoba menjadi rebellion dengan makan hanya pakai tangan. Setelah makan, saya pergi ke comfort room (sebutan untuk toilet bagi Filipino) dan mendapati beberapa orang menggosok gigi di westafel, pemandangan yang jarang saya liat di Jakarta.

Menelusuri jalur biru, akhirnya saya berhenti di Ayala Station, Makati City. Tempat ini semacam Thamrin-nya Jakarta. Banyak bangunan bertingkat dan dikelilingi oleh mall dan hotel. Seperti moto di awal “no where to go” saya pun hanya jalan dan berjalan terus mengelilingi setiap mall yang ada disitu. I don’t get anything hingga akhirnya saya lemas dan terkapar di sebuah mall untuk ngadem. Selanjutnya saya jadi merenung dan menyesal, kenapa sih saya ga bener-bener riset mengenai objek di Metro Manila??

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.