Angkor Bicycle Trip: Maha Karya Rajendrawarman

East Mebon

East Mebon

Hujan besar kian reda hingga menyisakan rintik gerimis. Waktu menunjukkan pukul 14.00. Gak kerasa saya menunggu hujan hampir satu jam. Petualangan Angkor akan terus berjalan. Masih ada beberapa tempat lagi yang harus dikunjungi. Kira-kira sekitar 3 kilometer menuju komplek percandian selanjutnya. 8km menuju Ta Phrom.

Begitu keluar 1km dari percandian Ta Som. Langit langsung berubah sangat cerah dan voila! jalanan aspalnya kering. Kutukan macam apa coba? hujan besar cuma mampir di atas Ta Som. Daya tahan tubuh diuji banget, dari kena hujan badai kini kena terik matahari.

Sawah di East Baray

Sesuai penampakan pada peta, kawasan East Mebon adalah kawasan kering, lebih banyak ditumbuhi tanaman-tanaman perdu. Berbeda dengan West Baray, terdapat danau yang di tengah nya terdapat pulau bercandi. Uhm, selain khawasan kering, di East Baray juga terdapat sawah di kanan kiri jalan. Sedang asik-asiknya ngutik sepeda, membayangkan seperti di Eat Pray Love waktu Julia Robert sepedaan di tengah sawah daerah Ubud, tau-tau langit yang sedari tadi terang langsung menggelap dan menyipratkan rintik hujan. Makin kencang menggoes sepeda, makin banyak intensitas rintik hujannya. Akhirnya saya berteduh di bawah pohon dan hujan besar tak terelakkan. Kebetulan di samping pohon ada truk yang sedang ngadem, di dalamnya ada supir truk yang berwajah sangat jawa. Sambil berbahasa isyarat layaknya orang gagu, saya menerobos masuk ke dalam truk, duduk di samping si supir. Kami cuma bisa cengir-cengiran 😀

Disambut dua patung singa

Hanya sekitar 15 menit, hujan kembali reda. Saya pun turun dan melanjutkan ke Prasat East Mebon. Terdapat satu kompleks candi yang bentuknya mirip-mirip dengan candi Prambanan di Yogyakarta. Prasat East Mebon ini adalah kompleks candi yang 2 abad lebih dahulu dibangun dari Angkor Wat. Dilihat dari warna bebatuannya saja sudah berbeda, entah berbeda dari materialnya atau umurnya. Dilihat sekilar, warna candi ini lebih kemerah-oranye-an. Bentuknya bertingkat tiga. Terdapat sebuah menara utama yang dikelilingi oleh empat menara yang lebih kecil.

The Gateway

Prasat East Mebon adalah sebuah candi Angkor yang dibangun pada abad ke-10. Dibangun pada masa kerajaan Rajendrawarman (944 to 968). Candi ini dibangun dengan sebuah ide menjadi sebuah pulau sakral di East Baray. Baray adalah sebuah sistem tempat penampung air yang dibagi menjadi dua tempat, barat dan timur. Lebih dari itu, para sejarahwan mempercayai bahwa Baray juga berarti sebuah lautan yang mengelilingi Gunung Meru di jagat raya (Mitologi Hindu). Sayangnya, sekarang Eas0t Baray sudah berubah menjadi waduk kering. Pantas saja tanahnya terkesan seperti rawa tandus yang hanya ditumbuhi pepohonan perdu, seperti yang sudah dijelaskan tadi.

Panoramic

1,5 km dari East Mebon, terdapat sebuah candi yang juga dibangun pada masa Rajendrawarman. Prasat Pre Rup. Bentuk dan warnanya mirip dengan East Mebon. Rasanya seperti dejavu mengunjungi candi yang mirip. Pre Rup juga sama-sama mempunyai layout kotak, dengan tiga tingkatan, dan empat menara kecil serta satu menara paling tinggi di tengahnya. Beda tempat ini hanya lah pada sekelilingnya, di sebelah kanan candi ini terdapat rawa kecil yang dihiasi oleh kerbau-kerbau peliharaan.

Kerbau & sapi di pelataran Pre Rup

Lanjut menggoes sepeda selama 10 menit (1,5km) kita akan menjumpai sebuah kolam besar yang bernama Srah Srang. Pemerika tiket di Prah Khan menyarankan ke tempat ini untuk menyaksikan sunset. Hmm mana ada sunset dengan langit gelap begini. Gerimis hujan juga terus turun. Saya jadi tidak berminat memotret, takut kamera kehujanan dan saya mengejar waktu ke Ta Phrom. Soalnya saat itu sudah jam 3 sore. Kalau kamu ingin makan siang, banyak terdapat kedai makan/restauran yang kayaknya lumayan (bisa lumayan enak atau lumayan mahal). Saya jadi nyesel, soalnya makan siang di warung tenda di depan Pre Rup, Nasi Goreng abal-abal USD 2, itu pun sudah pake nawar (harga aslinya 5 USD)

Penampakan ketika sunrise – tribe.net

6 tanggapan pada “Angkor Bicycle Trip: Maha Karya Rajendrawarman”

  1. cumilebay.com – Jakarta, Indonesia – Manusia biasa yang mencoba menjadi luar biasa, melalui sebuah Perjalanan Tak Berujung.

    angkor menawarkan sejuta pesona & mistis nya. Foto yg terakhir juara banget

    1. Febry Fawzi – Seattle, WA – Febry is a travel enthusiast that has experience in marketing, content creation and curation, and editorial design. Studied Advertising at the University of Indonesia, with experience in established and startup companies, as well as extensive freelance work. Knowledgeable in digital media, the tourism industry, e-commerce, with a deep appreciation for music across all genres.

      yep. bener banget! tapi sayangnya foto terakhir bukan saya yg motret. lagi apes, keujanan malah bukan dpt sunset 😀

    1. Febry Fawzi – Seattle, WA – Febry is a travel enthusiast that has experience in marketing, content creation and curation, and editorial design. Studied Advertising at the University of Indonesia, with experience in established and startup companies, as well as extensive freelance work. Knowledgeable in digital media, the tourism industry, e-commerce, with a deep appreciation for music across all genres.

      no, that’s not mine. there’s credit on the caption, right? 😀

      1. ZaraAB Travel – Asia Oceania – I'm the author for the blog ZaraAB Travel http://zaraab.wordpress.com Husband And Wife All Around The Globe #zaraabtravel

        Omg! Silly me! I didn’t saw the caption. Sorry! Btw, cycling in the temple area, my salute and respect to you! Yang lagi naik Tuk Tuk pun capek. Hehehe.

        1. Febry Fawzi – Seattle, WA – Febry is a travel enthusiast that has experience in marketing, content creation and curation, and editorial design. Studied Advertising at the University of Indonesia, with experience in established and startup companies, as well as extensive freelance work. Knowledgeable in digital media, the tourism industry, e-commerce, with a deep appreciation for music across all genres.

          hehe thanks Zara. it’s been fun. I don’t know, maybe if I took tuk-tuk alone it could be boring for me.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.