“What do we leave behind when we cross each frontier? Each moment seems split in two; melancholy for what was left behind and the excitement of entering a new land.” Berikut kata Ernesto Guevara dalam film The Motorcycle Diaries. Ini lah perasaan yang saya rasakan pertama kali ketika meninggalkan stasiun Ikebukuro, Tokyo. Sekarang saya sudah duduk manis, melihat serpihan-serpihan pemandangan Tokyo di tengah salaunya matahari siang. Jiwa saya mungkin masih tertinggal, tapi raga ini terus melaju, menjauh. Chichibu, merupakan rumah baru selama tiga hari ke depan. Tentu saya sangat bersemangat!
Suasana yang tidak begitu ramai di dalam kereta ekspress Seibu Chichibu Line
Voila! Selamat datang di Chichibu
Chichibu merupakan salah satu kota yang terletak di prefektur Saitama. Pengetahuan saya mengenai kota ini sama sekali nol besar. Entah kenapa, saya benar-benar belum berminat untuk mencari tahu mengenai tempat ini. Saya benar-benar ingin menemukan kejutan di sini. Saya terus melaju bersama kereta ekspress menuju Chichibu. Bukit-bukit itu tersenyum manis, memberikan kesan ceria di tengah musim gugur ini. Pegunungan nun jauh di sana juga menyapa saya terus menerus, beriringan bersama rumah-rumah Jepang khas pinggiran kota. Tak jarang kereta ekspres ini melewati stasiun-stasiun sederhana, menyeberangi jembatan tua, dan terdengar suara menderit ketika jalan mulai menanjak. Kejutan-kejutan kecil datang berupa jurang-jurang yang diisi dengan pepohonan yang kuning memerah, membuang jauh kesan menyeramkan.
Pemandangan dari Stasiun Seibu Chichibu
Pohon ginko yang menguning berlatar belakang gunung Buko, Chichibu
Perjalanan dengan bus menuju desa Tochiya, Chichibu, Saitama
Pertama kali tiba di stasiun Seibu-Chichibu, saya pun disambut dengan pemandangan mendung-mendung syahdu. Gunung-gunung memagari dengan cantik, ditambah kemilau sore yang menambah apik perpaduan pemandangan di dalam bingkai kamera. Perjalanan saya teruskan dengan bus menuju desa Tochiya.
Segala informasi di dalam bus ini menggunakan huruf Jepang, begitu juga dengan pengumumannya. Jangan heran juga jika supirnya tak mengerti Bahasa Inggris.Untung saya sudah membekali diri dengan Google Maps & portable WiFi jadi bisa mengikuti arah perjalanan. Kira-kira memakan waktu 30-40 menit dari Stasiun Seibu-Chichibu menuju desa Tochiya ini. Walau tidak ada teman ngobrol, tapi saya sudah cukup terhibur dengan pemandangan pedesaan yang asri dan cantik.
Musim gugur di desa Tochiya, Chichibu, Saitama
Selamat datang di Hatogo Ichiban Ryokan
Jadi, mau ke mana saya? Berhubung saya ditugasi untuk mengulas sebuah penginapan tradisional di sini, jadi saya bisa merasakan pengalaman tinggal di pinggiran kota seperti Chichibu ini. Desa Tochiya sangat tenang. Dalam perjalanan saya berjalan kaki menuju Hatogo Ichiban Ryokan, hanya ditemani sunyinya jalan dan suara semilir angin sore. Brrr… udara di bulan November itu cukup dingin dan jam empat sore pun langit sudah mulai gelap. Untungnya, tak begitu lama saya sudah bisa menemukan tempat penginapan tersebut dan kemudian disambut hangat oleh salah satu staf di sana.
Aih enak sekali, ternyata dalam rangka menulis ulasan ya nginep di ryokan nya? 🙂
Seumur-umur, aku juga baru kali ini dengar nama Chichibu … dan tadi sempat kebaca chibi chibi 😀
haha chibi chibi..
Iya.. magang di JapanTravel.com Bart. Coba deh ikutan http://id.japantravel.com/interning
Waaaaah, ini info menarik banget. Makasih Feb 🙂 *langsung meluncur ke TKP*
Mantap..
Nanti nanya lebih detailnya via japri boleh yaaa 🙂
Boleh kaka.. silakan loh
Asiik, makasih sebelumnya. Ini aku lagi baca-baca tautan yang tadi plus tautan yang terkait, sambil ngumpulin pertanyaan 😀
Febriiiii…dunia per-blog-an gak bisa lebih sempit dari ini? GW search tentang Chichibu nemunya blog elo. kekekeke
baiklah sepertinya aku juga akan duduk manis dikereta yang sama…soon. 🙂
jadi.. bagaimana pengalaman Chichibu nya? haha
Gak sedahsyat foto-foto lo Feb, gw pergi ama baby waktu itu, jadi banyakan di Ryokan dan di jalan. 😀 😀 tapi overall, not bad. 🙂 *masih males nulis*
whaaaa jadi nginep di ryokan? penacalan kaka
iyah di ryokan yang gak murah. 😀 😀
wakakaka
Pingback: 3 Jam Menuju Isesaki, Gunma | TRIP TO TRIP
Pingback: Perjalanan Menembus Masa Bersama Paleo Express | TRIP TO TRIP
cakep bener
Pingback: Memulai Ziarah pada Zaman Edo di Shimabuji | TRIP TO TRIP
Wow, keren banget pemandangannya! Pemandangan dari jendela kereta udah kayak frame2 foto aja. 😀
iya, jadi gak bosen deh hehe
serasa naik kereta wisata…
Pemandangannya mantabh niah … Emang enak sptnya ya hidup di desanya … 🙂
Ure so blessed to have the experience living in Japan for how many days … 25 days? 🙂
in Japan? 4 weeks 😀
I try to bring the story beyond Tokyo and Kyoto, Tim. So here it is!