Seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya mengenai keindahan alam Chichibu, kini saya akan mencoba membuktikan seberapa spektakulernya kecantikan kota ini. Kebetulan saya melihat peta pariwisata di tengah kota Chichibu, kemudian mata saya terpaku pada Muse Park. Dalam peta pariwisata tersebut, Muse Park disebut sebagai tempat yang cocok didatangi untuk musim gugur. Kebetulan kedua terjadi, ketika saya sedang bengong di depan stasiun Chichibu, tiba-tiba saja berhenti bus dengan tujuan Muse Park, alhasil saya langsung loncat masuk dan duduk di samping pak supir.
Chichibu Muse Park
Perjalanan dari stasiun Chichibu ke Muse park cukup menghibur. Bus melewati tengah kota Chichibu yang tak terlalu besar, kemudian melintasi jembatan Chichibu yang ikonik. Selepas itu, jalanan mulai menanjak, melintasi hutan-hutan yang sudah mulai menguning. Satu pemandangan yang membuat saya takjub adalah ketika kabut-kabut tipis melintasi jalanan dan hutan-hutan yang menguning, sangat dramatis dan agak mistis. Memang kebetulan hari itu habis hujan, jadi banyak kabut menyelimuti perbukitan tersebut.
Hal yang saya baru tahu adalah Muse Park atau dalam bahasa setempat Miyuzu park terletak di atas lahan seluas 375 hektar dan meliputi empat zona taman. Awalnya saya kira ini hanya taman biasa dan cuma sepetak, ternyata ….. dari ujung taman ke ujung lainnya membutuhkan waktu 30 menit dengan menaiki bus. Ketika sampai saya sempat linglung karena tak tahu harus turun di mana. Akhirnya saya turun sebelum bus berhenti di tujuan akhir.
Rasanya seperti tiba di dunia lain. Keadaan sekitar yang sepi dan penuh kabut menemani kesendirian saya bersama pepohonan yang telah berguguran. Dedaunan kuning dari pohon Gingko mengisi ruang di jalanan. Saya sempat bekeliling sebentar dan kemudian kembali lagi ke tempat pemberhentian bus. Ketika saya cek jadwal kedatangan selanjutnya, saya terkejut. Bus selanjutnya datang dua jam kemudian dan itu bus terakhir!
Akhirnya tanpa mau menunggu, saya memutuskan untuk berjalan kaki menuju kota. Suasana Muse Park saat itu sangat sepi. Entah karena sehabis hujan, entah bukan musim liburan, atau memang taman ini tak punya kehidupan. Namun setidaknya saya punya waktu sekitar 2 jam untuk menjelajahi taman raksasa ini.
Muse park memiliki fasilitas yang lengkap, mulai dari jogging track, tempat fitnes, kolam renang, lapangan tenis, lapangan baseball, hiking path, menara observasi, bahkan beberapa amphitheater untuk konser. Taman ini berada di atas bukit dengan pemandangan pegunungan di sekitar Chichibu. Ketika berjalan di jogging track-nya, seringkali saya menjumpai banyak lansia yang sedang berolahraga namun satupun tak saya temui anak muda di sana.
Walaupun horor karena sendirian di taman yang sepi namun saya cukup terhibur dengan sejuknya udara dan pemandangan alam yang super indah. Pohon Gingko dan maple mengisi koridor jalan, memberikan warna-warna cantik musim gugur. Pemandangan pegunungan dan lembah-lembah berkabut pun sangat memukau. Gilaa.. luar biasa!
Hingga setelah satu jam lebih saya berjalan kaki, saya menemui ujung dari Muse Park ini, yaitu menara observasi. Menurut saya menara observasi ini wajib banget dikunjungi jika memang kamu berniat untuk ke Chichibu. Dari menara observasi itu, kamu bisa melihat kota Chichibu dan Gunung Buko (Buko san). Pemandangan sore itu sangat spektakuler. Di mana saya masih bisa melihat kabut tipis sedikit menyelimuti gunung Buko dan kota Chichibu terlihat sangat cantik di bawah. Lembayung senja turut mendramatisir pemandangan sore itu. Sejenak rasa khawatir akan ketinggalan bus pun hilang.
Sekitar setengah jam saya mengamati kecantikan Chichibu, saya turun ke bawah dan menunggu di tepi jalan tempat pemberhentian bus. Saya melirik setiap mobil yang melintas, berharap ada yang mau memberikan tebengan. Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Itu adalah jadwal di mana bus seharusnya lewat. “ah mungkin 15 menit lagi” pikir saya sambil harap-harap cemas. Masih menunggu dan waktu menunjukkan pukul 5.30. Saya mulai cemas dan hari bertambah gelap. “Gimana ini kalau kejebak di atas gunung malem-malem??” teriak saya dalam hati.
Entah malaikat dari mana tiba-tiba ada mobil berputar dan berhenti di depan saya. Malu-malu dia bertanya saya mau ke mana dengan bahasa Jepang. “hai’ ee… Chichibu eki?” tanya saya dengan kemampuan bahasa Jepang yang pas-pasan. Ternyata orang baik hati ini adalah pasangan baik hati yang tadi saya bantu foto-in. Mereka sempat menyapa saya sebelum mereka meninggalkan menara observasi. Mungkin mereka berubah pikiran dan balik lagi ke menara observasi karena kasihan melihat saya duduk di pinggir jalan dengan muka melas.
Akhirnya saya mendapat tumpangan. Kami mengobrol dengan kemampuan bahasa Inggris dia yang pas-pasan begitu juga bahasa Jepang saya yang campur-campur. Awalnya saya hanya meminta diantarkan ke Chichibu eki (stasiun) namun mereka bertanya saya tinggal di mana. Untungnya saya membawa brosur penginapan yang saya tempati saat itu. Mereka menemukan alamatnya dan memasukkannya ke GPS. Syukurlah saya bisa sampai di penginapan sebelum jam 6. Kalau bertemu orang-orang baik begini, bagaimana saya gak makin cinta sama Jepang? hehehe
Ahhh, aku kembali lagi ke postingan ini…*ninggalin jejak doank*
Sip, resmi Chichibu masuk daftar dan lo harus ketemu gw, eh terbalik, gw harus ketemu elo ntar di BAndung. See u soon! 😀 😀
ini bulan november kaahh? awal, tengah atau akhir? cantiknyaa
Halo Ima, kalau gak salah, ini pertengahan November 🙂
Huaaaa..keren pake bangettt!! *mata berbinar sambil menatap nanar gambarnya*
Gue pun masih terbayang2 *kemudian nangis susah move on*
Hahahahha, lebih susah move on dari yang beginian yah, kyak gw cinta belom terbalas donk kalo begini..ah mupeng. Postingan lo bikin sakit kepala, muter otak ngitung2 cukup gak kalo ke Jepang lagi.
*Dayummmm (bahasa halus da*n, kekekeke)
untung lo gak temenan sama gue di Path waktu gue pergi, bisa banting hape kayaknya LOL
Ah, itu kayanya salah satu alasan gw gak nge-sign up di path, kekekekekeke..
ih…. tjakep banget! *ngiri
November nanti ke sana gih bang :p