Isesaki, kota baru berkembang di prefecture Gunma. Ini kali kedua saya terdampar di kota antah berantah di Jepang. Setelah Chichibu yang memberikan pemandangan alam yang keren, nah kini Isesaki punya kesan tersendiri. Menurut penglihatan sepintas, Isesaki ini tidak seperti Chichibu yang sangat amat desa, namun entah kenapa saya merasa justru Isesaki lebih krik-krik ketimbang Chichibu.
Ceritanya waktu itu sedang malam sabtu. Ketika baru sampai di kamar hotel, saya mati gaya dan laper banget. Berhubung saya menghindari makan di restoran hotel, akhirnya saya memutuskan untuk pergi jalan-jalan ke daerah sekitar.
Jalan utama dan pusat kehidupan di kota Isesaki, Gunma
Di beberapa kota di Jepang, ukuran pusat kota adalah stasiun kereta utama. Kebetulan, hotel yang saya inapi berada cukup jauh dari stasiun Isesaki, sekitar 3-4 km. Untungnya, hotel ini masih berada di pinggir jalan utama. Jadi, saya berjalan kaki sekitar 1 km menyusuri jalan utama tersebut dan menemukan beberapa restoran, McDonalds, super market, dan pusat belanja.
Berhubung saya sedang kepengen burger di McDonalds, akhirnya masuk lah saya, sekalian berlindung dari udara malam yang dingin menggigit tulang. Setelah memesan, saya duduk di sebelah sekumpulan anak muda. Kayaknya saking sepinya kota ini, akhirnya mereka malam sabtuan di McDonalds. Jadi ada satu grup isinya dua pasang muda-mudi. Benar saja tulisan yang saya baca di internet bahwa Isesaki merupakan rumah bagi komunitas brazil dan negara-negara latin.
Bagi saya seru aja mengamati penduduk lokal saling berinteraksi di sini. Ada geng latinos, ada geng nipon. Yang geng latinos berasa di film-film gitu, gayanya seperti jagoan di film Fast & Furious. Geng nipon agak geek, mereka anteng dengan gadget dan asik main games. Sementara saya… sendirian, ngeliatin mereka, macam psikopat ngincer mangsa.
Kondisi kota Isesaki di siang hari
Hampir satu jam saya duduk anteng di McDonalds dan akhirnya saya memutuskan untuk kembali ke hotel. Selama perjalanan pulang, saya hampir saja nyerah sama dingin. Jalanan berasa jauh banget dan gelap! Malam di Isesaki mungkin bisa merepresentasikan keadaan malam di kota-kota kecil lainnya. Seberapa majunya Jepang, soal energi mereka tetap irit banget.
Bisa dibilang malam sabtu di Isesaki itu merupakan kutukan buat saya karena harus menyelesaikan tugas dan mengirimnya ke dosen saya sebelum besok pagi. Akhirnya saya begadang sampai jam 3 pagi. Ditemani satu liter susu (bukan anak kopi banget), acara TV yang saya gak ngerti, dan udara malam yang menggigit tulang.
Meja kerja saya
Ketika sedang asik ngetik-ngetik di atas tempat tidur, tiba-tiba seisi kamar beserta tembok-temboknya goyang. Butuh waktu beberapa detik bagi saya untuk sadar bahwa itu adalah GEMPA!! Jegerrrrrrr… saya panik banget. Saya bingung mesti gimana. Gempa itu berlangsung cukup lama. Saya memutuskan untuk keluar kamar dan menengok ke lorong hotel tetapi tak ada yang keluar kamar. Akhirnya karena gak berani turun lewat tangga darurat, saya kembali ke kamar dan tiarap di samping tempat tidur. Kalau diingat-ingat lucu juga. Gak berani kabur karena takut dijegat sadako di tangga darurat (dan kemudian dikasih tau sama temen kalau gempa jangan kabur lewat tangga darurat karena itu bagian konstruksi bangunan yang paling rapuh). Kemudian saya ngeLINE teman saya yang di Tokyo. Dia juga merasakan gempa, malahan kereta yang dia naiki sampai diberhentikan karena keadaan darurat namun begitu gempa berhenti semua kembali seperti normal.
Pengalaman gempa pertama kali ini lumayan bikin was-was sekaligus ketawa-tawa. Setelah gempa, saya pun kembali mengerjakan tugas. Ya anggap saja gempa ini sebagai ice breaking buat saraf-saraf otak yang tegang pas ngerjain tugas.
Hingga keesokan harinya … “hah! udah terang. Jam berapa nih?” teriak dalam hati. Pas lihat jam, ternyata sudah jam 10 pagi. Otak hemat saya langsung muncul “sial, gue ketinggalan sarapan gratis!”. Berhubung waktu check out juga jam 11, alhasil saya langsung kebut packing tanpa mandi tanpa sarapan.
Salah satu restoran di Isesaki, Gunma
Entah kenapa, saya menyesal banget bangun kesiangan. Alarm yang sudah disetting pun gak nyala. Selain ketinggalan sarapan, efek kesiangan ini juga bikin saya gak bisa ke Tokyo untuk ketemu dengan teman. Dari hotel, saya berjalan kaki menuju stasiun Isesaki. Bermodalkan navigasi dari google maps, saya berjalan hampir satu jam karena nyasar. Dari stasiun Isesaki, saya menuju ‘kantor’ baru saya untuk 4 malam ke depan di Hanyu, Saitama.
A super ordinary small town ya, mas :3
beuh… cuma ada angin lewat di sini hahaha
Meja kerjanya asik, ngiri. Bisa bersanding sama tv hehehehe. Baru tau kalo di Jepang ada kota Isesaki, taunya sih kota2 gede aja
iya jd sambil kerja sambil liatin TV haha itung-itung sebagai teman. Saya juga baru tau ketika ditugasi ke sana 😀 tapi gak ada apa-apa loh di sini, jangan iseng ke sini kalo ke Jepang :p